Pantang Menyerah Bermain Egrang
Pantang
Menyerah Bermain Egrang
Oleh
Santi Hendriyeti
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, hari ini diadakan kumpul keluarga di sekolah setelah
upacara menyambut kemerdekaan Indonesia. Semua siswa dan keluarga kelas 4, 5,
dan 6 ikut dalam upacara penurunan bendera. Nah, berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya, tema kumpul keluarga tahun ini adalah “Mengenal Permainan Rakyat
Indonesia”.
Berbagai
permainan diperkenalkan di berbagai penjuru halaman sekolah. Ada permainan yang
menggunakan alat, ada pula permainan yang hanya membutuhkan kerja sama beberapa
pemain. Ada pojok permainan rangku alu, egrang, congklak, cublak-cublak suweng,
bakiak kayu, bakiak batok kelapa, becak-becakan, petak jongkok, benteng, galasin,
dan masih banyak lagi permainan lain. Wah, tidak hanya siswa yang ingin
mencoba, orang tua pun terlihat bersemangat.
Aku ingin
mencoba bermain Egrang. Permainan ini menggunakan dua bilah bambu yang diberi
pijakan. Pemain harus menjaga keseimbangan agar bisa menjalankan bambu yang
dipijaknya. Menurut penjelasan di pojok permainan egrang, permainan ini
dijumpai di banyak daerah di Indonesia, walaupun dengan nama yang berbeda-beda.
Tengkaktengkak di Sumatera Selatan, Jangkungan di Jawa Tengah, Batungkau di Kalimantan
Selatan, Ingkau di Bengkulu, atau Egrang di Lampung.
Aku sudah
lama ingin mencoba bermain egrang. Dulu, aku belum berani karena rasanya
terlalu tinggi. Tetapi, aku sekarang sudah kelas 4, mudah-mudahan aku bisa.
Ayah membantu memegang bilah bambu ketika aku naik di pijakan. Ibu pun bersiap
di belakangku. Ia terlihat lebih cemas dari ayah. Begitulah ibu, selalu
khawatir aku jatuh dan terluka. Setelah aku merasa cukup tenang berdiri di atas
bambu, aku mencoba melangkahkan kaki kananku. Wah ,... bambu bergoyanggoyang tidak
seimbang. Aku terhuyung,... hampir jatuh. Hup..ayah sigap menangkapku. Aku
tidak menyerah. Aku naik lagi di atas pijakan. Aku langkahkan kaki kanan,
kemudian kiri, kemudian kanan. Ayah mulai berani melepaskan pegangannya.
Wah..ketika mulai yakin dan percaya diri aku pun terhuyung lagi. Kali ini aku
benar-benar jatuh, tertimpa pula dengan bambu! Terdengar teriak kecil ibu. Aku
pun segera bangkit untuk menenangkan hati ibu. Walaupun lututku sakit, aku tidak
ingin menangis. Aku ingin mencoba lagi. Ibu khawatir, tetapi ibu selalu
memberiku semangat. Ibu selalu begitu. Menjadi pendamping di setiap perjalanan
belajarku dengan doanya. Ayah pun demikian. Ia membantuku bangkit dan naik lagi
di pijakan Egrang. Satu..dua..tiga.. empat..lima langkah! Aku semakin mahir
bermain Egrang.
Ternyata tidak mudah
bermain Egrang. Butuh usaha, percaya diri, semangat dan pantang menyerah.
Bagiku, belajar bermain Egrang terasa lebih mudah ketika ada ayah yang
mendampingi dengan pegangan tangan dan ada ibu yang memberi semangat dengan
usap sayang dan doanya.
Dikutip dari buku Tema 1 Kelas 4
kurikulum 2013 revisi
tokoh yang dimaksud aku,itu siapa?
ReplyDelete