Kakakku Dokter di Pedalaman
Kakakku Dokter di Pedalaman
Penulis: Diy Ara
Di sebuah rumah di Semarang, Rara sudah duduk
di dekat telepon rumah sejak pulang sekolah. Beberapa kali, ia menatap telepon,
lalu berbisik, “Kak Dilan, Rara kangen.” Sayangnya, telepon itu tetap tidak
berdering. Rara menjadi kesal.
“Andai Rara punya kakak seperti kakaknya
Sena. Seorang polisi hebat yang selalu mengantar Sena ke sekolah.”
“Kak Dilan dokter yang hebat, lho!” seru
Mama.
“Dokter hebat harusnya ada di rumah sakit.
Tidak di hutan seperti Kak Dilan,” protes Rara. “Kak Dilan malahan tidak punya
waktu, sudah sebulan Kak Dilan tidak menelepon.”
Mama mengusap rambut panjang Rara. “Kak Dilan
pasti kangen Rara. Tetapi, Kak Dilan kan sekarang tinggal di Kabupaten
Pegunungan Bintang, Papua. Tepatnya di Distrik Weime. Itu daerah pedalaman,
tidak ada listrik, sinyal, wartel, dan fasilitas lainnya. Jadi, kalau mau
menelepon kita, Kak Dilan harus pergi ke kota dulu.”
Tiba-tiba telepon berdering. Rara lekas
mengangkat telepon itu. Suara Kak Dilan menyapa. Rara berteriak girang.
“Kak Dilan harus pulang! Kalau tidak, Rara
tidak mau ngomong sama Kakak lagi!”
“Rara jangan ngambek, dong! Kak Dilan kangen
sekali suara imut Rara,” bujuk Kak Dilan di sambungan telepon. “Kakak mau
cerita. Hari ini, Kakak senang sekali, akhirnya Bonai tersenyum.” “Siapa itu
Bonai?” tanya Rara penasaran.
“Bonai itu salah satu pasien Kakak. Dia
terkena malaria. Syukurlah, sekarang ia sudah sembuh. Tempat yang Kakak
tinggali ini banyak sekali penduduk yang meninggal karena malaria. Soalnya,
jarak dari sini ke rumah sakit sangat jauh. Jadi, mereka telat ditangani,”
cerita Kak Dilan.
“Kasihan sekali. Berarti Kakak harus jaga
kesehatan. Kalau Kak Dilan sakit, nanti siapa yang mengobati mereka?”
“Ehm, Kakak minta maaf, ya karena Kakak tidak
ada di samping Rara.”
Rara
merasa bersalah. Seharusnya, ia mendukung Kak Dilan. Soalnya, menjadi dokter di
pedalaman adalah tugas berat dan sangat mulia. “Tidak apa-apa, Kak. Rara paham
sekarang. Dibandingkan Rara, penduduk di Weime lebih membutuhkan Kak Dilan.
Kakak harus ada di samping mereka dan mengobati mereka sampai sembuh! Janji ya
sama Rara!”
“Janji! Doain Kakak, ya!”
“Pasti! Rara bangga sekali punya Kakak
sehebat Kak Dilan!” seru Rara semangat. “Kalau sudah dewasa nanti, Rara mau
jadi dokter. Menyelamatkan nyawa orang lain dan membuat mereka tersenyum!”
“Kakak
juga bangga sama Rara!” kata Kak Dilan di ujung telepon sana.
Yhu
ReplyDeleteIlustrasinya sangat keren, terkma kasih sudah membaca cerita anak yang kutulis.
ReplyDelete